Elohim atau Allah?
Elohim or Allah?


Brouwerius cover

Pada tahun 1668 M, seorang pria Belanda bernama Daniel Brouwerius menjadi orang pertama yang menerjemahkan seluruh Perjanjian Baru ke dalam bahasa Melayu. Anda dapat memeriksa terjemahannya di sini (filenya besar 93.8 M). Ingatlah bahwa Indonesia belum ada sebagai suatu negara sampai tahun 1945. Ada lebih dari 200 bahasa suku yang digunakan di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia, tetapi bahasa Melayu adalah bahasa dagang. Jadi, ketika Indonesia menjadi negara, bahasa Melayu dipilih untuk menjadi bahasa nasional untuk menyatukan negara. Pada zaman Brouwerius, bahasa Melayu belum berkembang seperti sekarang. Tidak ada kata Melayu untuk "God" dalam bahasa Melayu primitif pada zaman Brouwerius. Kata "Tuhan" tidak ada sampai 1733 ketika penerjemah Alkitab Melchior Leijdecker menciptakannya sebagai terjemahan "Lord." Tanpa kata Melayu asli untuk "God," Brouwerius memilih untuk menggunakan dua kata asing: "Deos" (kata Portugis generik untuk "God") dan Alla (bahasa Arab untuk nama pribadi "god" dari agama Islam). Dia secara tidak konsisten menerjemahkan "God" sebagai "Deos" atau sebagai "Alla" atau sebagai "Alla Thala."

In the year 1668 A.D., a Dutch man named Daniel Brouwerius became the first man to translate the entire New Testament into the Malay language. You can examine his translation here (warning: 93.8 M). Remember that Indonesia did not exist as a nation until 1945. There were over 200 tribal languages spoken in what is now Indonesia, but Malay was the trade language. So, when Indonesia became a nation, Malay was chosen to be the national language to unite the country. Malay was not nearly as well developed then as it is today. There was no Malay word for "God" in the primitive Malay of Brouwerius's day. The word "Tuhan" did not exist until 1733 when Bible translator Melchior Leijdecker coined it as the translation of "Lord." With no native word for "God," Brouwerius chose to use two foreign words: Deos (a generic Portuguese word for God) and Alla (Arabic for the name of the god of Islam). He inconsistantly translated "God" as "Dios," as "Alla," or as "Alla Thala."

"Taala" berasal dari Yang Mulia علا يعلو علوا yang berarti bahwa Allah lebih tinggi daripada yang dijelaskan. Apa pun yang dipikirkan manusia tentang Allah, atau mencoba menggambarkannya, dia lebih tinggi dari itu." (The meaning of the word "Ta'ala")

"Thala" (generally spelled "Ta'ala" today) is an Arabic term Muslims use to praise Allah. According to al-islam.org, "The meaning of Ta'ala is from the highness علا يعلو علوا which means that Allah is higher than being described. Whatever humans think about Allah, or try to describe Him, He is Higher than that." (The meaning of the word "Ta'ala")

Yohanes 3:16 adalah contoh di mana Brouwerius menerjemahkan "God" sebagai "Alla Thalla."

John 3:16 is an example of Brouwerius translating God as "Alla Thalla":

Brouwerius Yoh. 3:16

Brouwerius menggunakan huruf, ejaan dan tata bahasa kuno yang sulit dibaca. Jadi, ini adalah ayat itu dalam ejaan modern, tetapi tata bahasa lama ditinggalkan sama:

Karena begitu Allah Thalla sudah kasih dunia, agar dia sudah kasih dia punya Anak laki-laki seorang saja, agar se orang-orang yang percaya kepada dia, jangan binasa, hanya agar dia beroleh hidup terkekal.

Brouwerius used old letters, spelling and grammar which is difficult to read. So, here it is in modern letters, and spelling, but the old grammar left alone:

Karena begitu Allah Thalla sudah kasih dunia, agar dia sudah kasih dia punya Anak laki-laki seorang saja, agar se orang-orang yang percaya kepada dia, jangan binasa, hanya agar dia beroleh hidup terkekal.

Dalam Yohanes 3:18 Brouwerius menerjemahkan "God" sebagai "deos" seperti yang ditunjukkan di bawah ini:

In John 3:18 Brouwerius tranlated God as "Deos" as shown below:

Brouwerius Yoh. 3:18

Inilah ayat itu dalam ejaan modern, tetapi tata bahasa lama ditinggalkan sama:

This is that verse in modern spelling, but with the old grammar left the same:

Orang yang percaya kepada Dia, dia tidak jadi haram, hanya siapa tidak percaya, dia sekarang sudah haram sudah: sebab dia tidak percaya kepada Nama dari Tuan Deos punya Anak laki-laki seorang saja.

Penerjemah-penerjemah setelah Brouwerius membuang "Deos" dan "Thala," tetapi tetap mengunakan "Allah." Seandainya mereka menyimpan "Deos," dan membuang "Allah" tidak akan menjadi masalah hingga hari ini, karena "Deos" memang merupakan kata umum bagi "God." Tetapi sebaliknya mereka menyimpan "Allah," dan ini telah mengakibatkan kekacauan total di Indonesia. Pertanyaannya adalah, mengapa Brouwerius menggunakan "Alla Thala" pada waktu pertama itu? Mari kita periksa kata pengantar terjemahannya untuk mengetahuinya.

Translators after Brouwerius discarded "Deos" and "Thala," but kept "Allah." Had they kept "Deos," and discarded "Allah" there would be no problem today, because "Deos" is indeed a generic word for God. But instead they kept "Allah," and this has resulted in utter chaos in Indonesia. The question is, Why did Brouwerius use "Alla Thala" in the first place? Let's examine the preface to his translation to find out.

Brouwerius preface

Di bawah ini ada seluruh paragraf itu dikonversi menjadi ejaan dan tata bahasa Indonesia yang lebih modern dan bahasa Inggris yang modern.

Below is that whole paragraph converted to the spelling and grammar of more modern Indonesian and modern English.

Kita sekarang minta juga kepada Allah Ta'ala, yang sudah memberi masuk [ke] dalam hati kita kira-kiraan, dan keinginan, dan artinya, dan kuasa pada penyalinan Kitab ini dari Tuan kami Yesus Kristus, Perjanjian Baru-Nya, ke dalam Bahasa Malayu, agar panggilan Dia lagi memberi suatu keinginan dalam hati segala orang, yang duduk di Negri panas di Timur, dalam hati orang Kafir lagi, dalam hati pun orang Nasrani lagi, (yang mengerti bahasa Malayu,) agar orang itu membaca dan memeriksa Kitab ini, agar orang itu, dengan firman dan pertolongan dari Roh Kudus, boleh belajar mengenal Allah Ta'ala yang Deos satu dan Benar dan Anaknya Yesus Kristus, agar di dalam orang begitu, dari kenalan ini, dan dari kepercayaan yang kerja bagian dari pada kasihan, boleh bertemu, dan beroleh, dan menerima minuman dan hidup yang kekal.

We now ask also to Allah Ta'ala, who has given into our hearts perhaps, the desire, understanding and power to translate this Book from our master Jesus Christ to have a New Testament, in the Malay language, so that His calling is to give a desire in the hearts of everyone who sits in the hot country of the East, in the hearts of the Heathen, in the hearts of Christians, (who understands the Malayu language,) so that people read and examine this book, so that those people, with the Word and help of the Holy Spirit, many learn to know Allah Ta'ala which is the one and True Deos and his son Jesus Christ, so that in such people, from this acquaintance, and from belief distributed from pity, may meet, and obtain, and receive drink and eternal life.

Perhatikanlah bahwa Brouwerius meminta Alla Thala [Allah Ta'ala] untuk menaruh keinginan di hati semua orang agar mereka "boleh belajar mengenal Allah Ta'ala yang Deos satu dan Benar." Jelas bahwa Brouwerius tahu bahwa Allah adalah nama pribadi untuk "God" orang-orang Islam, dan bukan istilah generik untuk "God." Kalau tidak, ia tidak akan menggunakan kata Portugis "Deos" sebagai istilah generk untuk "God" dalam kata pengantarnya. Jelas Brouwerius percaya bahwa Allah adalah "God" yang Mahatinggi, dan satu-satunya God yang benar. Entah dia telah masuk Islam, atau sangat mengingini bahwa orang-orang Islam (dan/atau dirinya sendiri) percaya bahwa orang-orang Kristen menyembah "God" yang sama dengan Islam. Apa pun motifnya, ia memperkenalkan kesalahan besar ke dalam terjemahan Perjanjian Baru dia, dan menyebabkan kebingungan besar yang telah menceraikan dan melemahkan agama Kristen di Indonesia hingga hari ini.

Note that Brouwerius asks Alla Thala [Allah Ta'ala] to put desire in the hearts of all men so that they "may study to know the Allah Ta'ala (the most high Allah) which is the one true Deos." It is obvious that Brouwerius knew that Allah was the personal name of the Muslims's god, and not a generik term for God. Otherwise, he would not have used the Portuguese word "Deos" as the generk term for God in his foreward. Clearly Brouwerius believed Allah to be the highest God, and the one true God. Either he had converted to Islam, or else badly wanted Muslims (and/or himself) to believe that Christians worship the same God as Muslims. Whatever his motive, he introduced major error into his translation of the New Testament, and caused great confusion that has divided and weakened Christianity in Indonesia to this day.



Allah just for Muslim

Apakah "Allah" berarti God?
Does "Allah" mean God?

Untuk bukti yang kuat dan tidak dapat disangkal bahwa "God" tidak boleh diterjemahkan sebagai "Allah" dalam Alkitab Kristen dalam bahasa apa pun, termasuk bahasa Arab dan bahasa Indonesia, bacalah "Apakah "Allah" berarti God?" Bacalah artikel itu dalam bahasa Indonesia di sini: Apakah "Allah" berarti God?

For powerful, irrefutable proof that God should not be translated as "Allah" in a Christian Bible in any language, including Arabic and Indonesian, read "Does "Allah" mean God?" Read this article in English here: Does "Allah" mean God?




Makna "Allah" menurut seorang ahli bahasa Arab
The meaning of "Allah" according to an Arabic language expert

ArabBible graphic

Pencipta ArabBible, seorang ahli bahasa Arab klasik, sudah menulis sebuah article untuk menjelaskan mengapa "Allah" bukanlah terjemahan yang tepat untuk kata "God" dalam terjemahan Alkitab bahasa Arab. Baca terjemahan artikelnya ke dalam bahasa Indonesia di sini: Bagaimana Tentang Allah?

The creator of ArabBible, an expert in classical Arabic, wrote an article explaining why "Allah" is not a correct translation for the word "God" in the Arabic translation of the Bible. Read his original article written in English here: What about Allah?



Mengapa memakai "Elohim"?
Why use "Elohim"?


Karena makna asli dan utama "Tuhan" adalah Lord, bukan God, dan karena tidak ada kata asli lainnya untuk God dalam bahasa Indonesia, maka sebuah kata asing harus digunakan untuk God. Berikut ada beberapa pilihan:

Kami merasa bahwa kata suku, seperti "Debata" tidak akan diterima oleh suku-suku lain. "Ilah" adalah kata generik bagi God dalam bahasa Arab, dan akan menjadi terjemahan yang akurat. Tetapi tidak ada sebagian Alkitab Kristen yang ditulis dalam bahasa Arab. Jadi, tidak akan bermanfaat menggunakan kata Arab itu. Hal yang sama dapat dikatakan tentang semua bahasa asing lainnya kecuali bahasa Ibrani dan Yunani. Setelah banyak doa, dan berdiskusi dengan beberapa ratus pemimpin Kristen di seluruh Indonesia, kami memilih untuk menggunakan kata Ibrani "Elohim." Inilah mengapa:

  1. Sarjana-sarjana Alkitab di seluruh dunia tahu bahwa "Elohim" adalah kata Ibrani generik untuk God, dan bahwa "Elohim" adalah kata yang digunakan untuk satu-satunya God yang hidup dan sejati dalam Perjanjian Lama.
  2. Banyak orang Indonesia biasa sudah tahu bahwa Elohim berarti God.
  3. Tidak seperti Allah, Elohim bukanlah nama pribadi, tetapi merupakan istilah generik (umum) untuk God.
  4. Kata Ibrani "Elohim" ditemukan lebih dari 2000 kali dalam Perjanjian Lama, sehingga sangat bermanfaat bagi seorang Kristen Indonesia untuk mengetahui maknanya.
  5. Bentuk kata "Elohim" memiliki penggunaan baik jamak maupun tunggal. Jadi, itu adalah pilihan yang sempurna untuk digunakan untuk God Tritunggal Alkitab Kristen.

Pembela-pembela penggunaan "Allah" memberikan dua keberatan terhadap penggunaan "Elohim":

  1. Mereka mengatakan, "Menggunakan Elohim membuat Alkitab bersifat agama Yahudi." Tetapi bukankah itu kemunafikan, dengan mengingat bahwa mereka sedang membela membuat Alkitab bersifat agama Islam?
  2. Mereka mengatakan, "Elohim bukan kata Indonesia yang asli." Benar, tetapi Allah juga bukan kata Indonesia asli. Tidak dapat disangkal bahwa kata itu berasal dari bahasa Arab.

Seseorang harus memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya tentang masalah yang sangat penting ini. Kalau tidak, orang-orang Indonesian akan tetap dalam ketidaktahuan abadi. Untungnya, kami bukan satu-satunya yang menganjurkan penggunaan Elohim. Kebenaran menyebar dengan cepat. Semoga Elohim memberkati semua orang yang mengatakan kebenaran.

Since the original and primary meaning of "Tuhan" is Lord, not God, and since there is no other native word for God in the Indonesian language, a foreign word must be used for God. Here are some of the choices:

We felt that a tribal word, like "Debata" would not be received by the other tribes. Ilah is the generic word for God in Arabic, and would be an accurate translation. But none of the Christian Bible was written in Arabic. So, there would be no benefit in using an Arabic word. The same can be said about all other foreign languges except for Hebrew and Greek. After much prayer, and discussions with several hundred Christian leaders all across Indonesia, we chose to use the Hebrew word "Elohim." Here is why:

  1. Bible scholars world-wide know that "elohim" is the generic Hebrew word for god, and that "Elohim" is the word used for the one true living God, in the Old Testament.
  2. Many ordinary Indonesians already know that Elohim means God.
  3. Unlike Allah, Elohim is not a proper name, but is the generic term for God.
  4. The Hebrew word Elohim is found over 2000 times in the Old Testament, so it is very beneficial for an Indonesian Christian to know its meaning.
  5. The form of the word Elohim has both a plural and singular usage. So it it is the perfect choice to use for the triune God of the Christian Bible.

Defenders of the use of Allah give two objections to the use of Elohim:

  1. They say, "Using Elohim Judahizes the Bible." But isn't that hypocrisy, considering they are defending the Islamizing of the Bible?
  2. They say, "Elohim is not a native Indonesian word." True, but Allah is not a native Indonesian word either. It is undeniably Arabic.

Someone has to have the courage to tell the truth about this vitally important issue. Otherwise people will remain in perpetual ignorance. Thankfully, we are not the only ones advocating the use of Elohim. The truth is rapidly spreading. May God bless everyone telling the truth.



Elohim yang cemburu
A jealous God


Kamu tidak boleh mengikuti elohim-elohim lain, dari elohim-elohim bangsa-bangsa sekelilingmu; (karena YEHOVAH Elohim engkau adalah Elohim yang cemburu di antara kamu) supaya janganlah amarah YEHOVAH Elohim engkau dinyalakan terhadap engkau, dan membinasakan engkau dari atas muka bumi. (Ulangan 6:14-15 TTR)

Ye shall not go after other gods, of the gods of the people which are round about you; (For the LORD thy God is a jealous God among you) lest the anger of the LORD thy God be kindled against thee, and destroy thee from off the face of the earth. (Deut. 6:14-15 KJV)

Jika anda dengan jelas memberitahu seseorang nama anda, tetapi orang itu bersikeras menyebut anda dengan nama orang lain, anda pasti tidak akan senang. Demikian juga Elohim tidak senang ketika disebut dengan nama elohim lain.

If you plainly told someone your name, but that person insisted on addressing you with someone else's name, you would not like it. Nor does God like it when addressed with some other god's name.






Yehovah versus Yahweh
Jehovah versus Yahweh


Nama "Yahweh" muncul dari ketidakpercayaan rasionalis pada tahun 1885. Sejarah tidak menyebutkan kata itu sebelum tahun 1885. Cara yang benar untuk menulis nama God adalah "Jehovah" dalam bahasa Inggris, dan "Yehovah" dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak pernah "Yahweh."

Perlu diingat bahwa banyak nama yang dimulai dengan "Y" dalam bahasa Ibrani (dan dalam bahasa Indonesia) dieja dengan "J" dalam bahasa Inggris. Misalnya, Yeremia dalam bahasa Ibrani (dan dalam bahasa Indonesia) dieja Jeremiah dalam bahasa Inggris. Ini bukan masalah.

Tetapi mengubah Jehovah atau Yehovah menjadi Yahweh pasti adalah masalah. Tidak ada seorangpun yang menanyai Yehovah sebagai nama God sampai penganut-penganut rasionalis di Jerman melakukannya pada abad ke-19. Perhatikan entri berikut dari kamus terkenal Oxford English Dictionary:

1869 J. E. Carpenter tr. Ewald's Hist. Israel II. 130 Jahveh alone was the true defence.

1885 Studia Biblica I. 3 Delitzsch..propounds the following theory. The forms Yahu, Yah,..are of foreign origin. The form Yahweh, on the other hand, is distinctively Hebrew.

Perhatikan bahwa J.E. Carpenter mengubah Yehovah menjadi Jahveh pada tahun 1869. Perubahan lengkap untuk menjadi Yahweh tidak muncul sampai tahun 1885 ketika Franz Delitzsch mengemukakannya sebagai teori. Ini hanya empat tahun setelah Teks Kritikal Westcott dan Horts diterbitkan. Di tahun-tahun pertengahan hidupnya, Delitzsch "dengan cermat melekat pada teks Masoretik dan, pada prinsipnya, menghindari perbaikan kritikal. Dia mengurangi sikap tradisionalnya hanya dalam tulisan-tulisannya di kemudian hari, ketika dia menerima beberapa prinsip 'teori sumber' dari pengkritikan Alkitab modern. [DELITZSCH, FRANZ]. Delitzsch menjadi seorang rasionalis di masa mudanya, tetapi kemudian mengaku menolak rasionalisme ketika ia menjadi seorang Kristen. Namun, jelas, ia kembali ke rasionalisme dalam tahun-tahun terakhir hidupnya. Kamus WordNet mendefinisikan rasionalisme sebagai "doktrin teologis bahwa pikiran manusia, bukan wahyu ilahi, menetapkan kebenaran agama." Dengan kata lain, rasionalisme menolak Alkitab sebagai kebenaran. Salah satu hasil dari rasionalisme adalah meragukan bahwa Alkitab memberi tahu kita kebenaran tentang nama God atau tentang hal-hal lain. Jadi, nama Yahweh muncul dari meragukan Firman Eloihm.

Untuk pemeriksaan terperinci tentang masalah ini, bacalah: Who is this Deity named "Yahweh?

The name "Yahweh" sprang from rationalist unbelief in 1885. History mentions no such word before 1885. The correct way to write God's name is "Jehovah" in English, and "Yehovah" in Indonesian, but never "Yahweh."

Keep in mind that many names beginning with a "Y" in Hebrew (and in Indonesian) are spelled with a "J" in English. For example, Yeremiah in Hebrew (and in Indonesian) is spelled Jeremiah in English. This is not a problem.

But changing Jehovah or Yehovah to Yahweh most definitely is a problem. No one questioned Jehovah as God's name until German rationalists did so in the 19th century. Note the following entries from the Oxford English Dictionary:

1869 J. E. Carpenter tr. Ewald's Hist. Israel II. 130 Jahveh alone was the true defence.

1885 Studia Biblica I. 3 Delitzsch..propounds the following theory. The forms Yahu, Yah,..are of foreign origin. The form Yahweh, on the other hand, is distinctively Hebrew.

Note that first J.E. Carpenter changed Jehovah to Jahveh in 1869. The complete change to Yahweh did not appear until 1885 when Franz Delitzsch propounded it as a theory. This was just four years after Westcott and Hort's Critical Text was published. In the middle years of his life, Delitzsch "meticulously adhered to the masoretic text and, on principle, avoided critical emendations. He mitigated his traditional attitude only in his later writings, in which he accepted some of the tenets of the 'source theory' of modern Bible criticism. To this subject he devoted his Complutensische Varianten zum alttestamentischen Texte (1878)" [DELITZSCH, FRANZ]. Delitzsch became a rationalist in his youth, but later claimed to reject rationalism when he became a Christian. Obviously, however, he returned to rationalism in the last years of his life. WordNet dictionary defines rationalism as "the theological doctrine that human reason rather than divine revelation establishes religious truth." In other words, rationalism rejects the Bible as truth. One result of rationalism is to doubt that the Bible is telling us the truth about God's name or about anything else. So, the name Yahweh sprang from doubting God's word.

For a detailed examination of this issue, read: Who is this Deity named "Yahweh?