Metode penerjemahan
Translation method

Terjemahan Textus Receptus (TTR) kami dibuat menggunakan metode terjemahan "formal," di mana kami berusaha untuk menerjemahkan setiap kata dari teks sumber ke dalam kata yang persis sama artinya dalam bahasa Indonesia. Metode ini juga disebut "harfiah." Metode ini saja dipakai dari zaman rasul-rasul sampai metode "kesetaraan dinamis" diciptakan oleh Eugene Nida pada akhir abad kedua puluh satu. Dan metode "formal" itu akan tetap dipakai oleh semua penerjemah yang sungguh-sungguh memercayai Alkitab.

Our translation of the Textus Receptus was made using the "formal" translation method, in which we endeavored to translate each word of the source text into a word of the exact same meaning in the Indonesian language. This method is also called the "literal translation method." This method alone was used from the time of the apostles until the "dynamic equivalency" translation method was created by Eugene Nida during the last part of the twenty first century. And the "formal" translation will continue to be used by all translators who truly believe the Bible.



Guru kemurtadan
Teacher of apostasy

Eugene Nida photo
Eugene Nida (1914-2011)
perusak Alkitab yang paling berpengaruh dalam sejarah
[the most influential Bible corrupter in history]

Dengan membuat teks kritik dari Westcott dan Hort teks sumber mereka, United Bible Societies menjamin bahwa semua kepalsuan yang diinginkan oleh Pelacur yang Besar yang disebut dalam Wahyu pasal 17 akan ada dalam segala terjemahan mereka. Dengan menggunakan metode terjemahan kesetaraan dinamis mereka memastikan bahwa semua kepercayaan pada Alkitab akan benar-benar dirusakkan, dan sarjana atau pendeta akan menjadi otoritas terakhir. Kontrol atas orang-orang awam terjamin.

Pencipta metode penerjemahan kesetaraan dinamis (dynamic equivalency) adalah seorang pria bernama Eugene Nida. Hebatnya, dia tidak pernah menerjemahkan Alkitab. Namun, ia mengajar ratusan penerjemah bagaimana benar-benar memalsukan Alkitab.

Making the Critical Text of Westcott and Hort the source text of the United Bible Societies assured that all corruptions desired by the Great Whore mentioned in Revelation chapter 17 are included in their translations. Using the Dynamic Equivalency translation method assures that all confidence in the Bible is completely undermined, and the scholar becomes the final authority. Control over the ordinary people is guaranteed.

The creator of the dynamic equivalancy translation method is a man named Eugene Nida. Amazingly, he never translated the Bible. Yet, he taught many hundred of translators how to totally corrupt the Bible.

Konsep "Dynamic Equivalency" (kesetaraan dinamis) yang menerjemahkan pikiran alih-alih kata-kata adalah penipuan. Kata-kata menyampaikan pikiran. Jika kata-kata diubah, pikiran juga diubah. Berikut adalah difinisi "kata" dalam kamus resmi Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indonesia):

kata1/ka·ta/ n 1 unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa;

Jelas, mengubah kata-kata mengubah pikiran. Niat sebenarnya dari metode terjemahan Kesetaraan Dinamis adalah bukan untuk menerjemahkan pikiran Elohim, melainkan untuk mengganti pikiran Elohim dengan pikiran manusia. Jadi, metode terjemahan Dynamic Equivalency (Kesetaraan Dinamis) harus ditolak sebagai anti-Kristen oleh setiap penerjemah dan orang Kristen yang memercayai Alkitab.

The "Dynamic Equivalency" concept of translating thoughts instead of words is deception. Words convey thoughts. So, to change the words is to change the thoughts. Here is the defination of "word" in the official Indonesian dictionary (Kamus Besar Bahasa Indonesia):

word 1/ka·ta/n 1 element of language spoken or written which is an embodiment of unity of feelings and thoughts which can be used in language;

Clearly, changing words changes thoughts. The true intention of the Dynamic Equivalency translation method is not to translate thoughts, but to replace God's thoughts with man's thoughts. So, the Dynamic Equivalency translation method must be rejected as anti-Christian by every Bible-believing translator and Christian.

Marilah kita periksa beberapa ajaran Nida yang paling merusak:

Let's examine some of Nida's most pernicious teachings:

Ajaran palsu
False teaching
Mengapa salah
Why wrong

Terjemahkanlah pikiran-pikiran, bukan kata-kata.

Itulah pelanggaran langsung terhadap Wahyu 22:18-19:

Karena Aku memberikan kesaksian kepada setiap orang yang mendengar kata-kata dari nubuatan kitab ini, Jikalau siapa pun menambah pada kata-kata ini, Elohim akan menambahkan kepada dia malapetaka-malapetaka yang ada tertulis di dalam kitab ini: dan jikalau siapa pun mengurangi dari kata-kata kitab nubuatan ini, Elohim akan menghapus bagiannya dari Buku Hidup, dan dari kota kudus, dan dari hal-hal yang ada tertulis di dalam kitab ini.

Kata-kata menyampaikan pikiran-pikiran. Jadi, mustahil menerjemahkan pikiran-pikiran Elohim tanpa menerjemahkan kata-kata Elohim dengan benar.

Translate thoughts, not words.

That is a direct violation of Rev. 22:19-19:

For I testify unto every man that heareth the words of the prophecy of this book, If any man shall add unto these things, God shall add unto him the plagues that are written in this book: and if any man shall take away from the words of the book of this prophecy, God shall take away his part out of the book of life, and out of the holy city, and from the things which are written in this book.

Words convey thoughts. So, it is impossible to translate God's thoughts without properly translating God's words.

Menerjemahkan supaya mudah dipahami adalah lebih penting daripada menerjemahkan supaya akurat.

Ini juga mustahil. Beberapa bagian dari Tulisan Kudus adalah secara inheren sulit dipahami. Petrus berkata tentang surat-surat Paulus, "...yang di dalamnya ada beberapa hal yang sukar dimengerti, yang diputarbalikkan oleh mereka yang tidak terpelajar dan tidak stabil, seperti yang mereka perbuat juga pada Tulisan-tulisan kudus yang lain, hingga pada kebinasaan mereka sendiri" (2 Petrus 3:16).

Translating to be easily understood, is more important then translating to be accurate.

This also is impossible. Some passages of Scripture are inherently hard to understand. Peter said of Paul's epistles, "...in which are some things hard to be understood, which they that are unlearned and unstable wrest, as they do also the other scriptures, unto their own destruction" (2 Pet. 3:16 KJV).

Terjemahkanlah supaya orang-orang yang bukan Kristen bisa mengertinya dengan mudah.

Ini juga mustahil. "Tetapi manusia naluriah tidak menerima hal-hal mengenai Roh Elohim: karena hal-hal itu adalah kebodohan baginya: juga ia tidak dapat mengetahuinya, karena hal-hal itu hanya dipahami secara rohaniah" (1 Korintus 2:14).

Translate so that non-Christians can easily understand the message.

This also is an impossibility. "But the natural man receiveth not the things of the Spirit of God: for they are foolishness unto him: neither can he know them, because they are spiritually discerned<\font>" (1 Cor. 2:14 KJV).

Terjemahkanlah sesuai dengan budaya lokal, bukan sesuai dengan budaya negara yang dibahas dalam bagian Alkitab tertentu.

Ini juga mustahil tanpa sangat mengubah pesan Alkitab. Misalnya, di daerah Eskimo, anak domba diubah menjadi anjing laut karena penerjamah menyangka bahwa orang Eskimo tidak pernah melihat anak domba. Anjing laut bukan anak domba. Perlihatkanlah foto anak domba kepada orang Eskimo itu. Jangan mengubah kebenaran menjadi bohong.

Dalam suku Ngalik di Papua "Anak adomba Elohim" diterjemahkan sebagai "Allah uam adomba." "Uam" adalah kata Ngalik untuk "babi." Jadi artinya adalah "Babi domba Allah." Itu adalah penghujatan yang mutlak!

Translate according to the local culture, not according to the culture of the country being discussed in the particular Bible passage.

This also is impossible without greatly changing the message of the Bible. For example, in Eskimo territory a translator changed lamb to seal because he thought the Eskimos had never seen a lamb. Seals are not lambs. Just show the Eskimoa a photo of a lamb. Don't change the truth into a lie.

In the Ngalik tribe of Papua "The Lamb of God" was translated as "Allah uam adomba." "Uam" is the Ngalik word for "pig." "adomba" is obviously from the Indonesian word "domba," which means sheep. So, the meaning is "the sheep pig of Allah." That is utter blasphemy!



Kesetaraan Dinamis: pengaruh dan kesalahannya
Dynamic Equivalency: its influence and error

Misionaris David Cloud telah menulis buku yang sangat baik yang memperlihatkan pengaruh dan kesalahan metode terjemahan kesetaraan dinamis. Anda dapat membaca seluruh buku dalam bahasa Inggris online di sini: Dynamic Equivalency: its influence and error.

Missionary David Cloud has written an excellent book exposing the influence and error of the Dynamic Equivalency translation method. You can read the whole book in English online here: Dynamic Equivalency: its influence and error.

Kami telah menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagian yang sangat menarik dari buku Pak Cloud itu yang berurusan secara khusus dengan Indonesia. Anda dapat membacanya di sini: Kemana kesetaraan dinamis akan membawa?

We have translated into Indonesian a very interesting part of Bro. Cloud's book which deals specifically with Indonesia. You can read it here: Kemana kesetaraan dinamis akan membawa?



Mengapa tidak memakai "Google Translate"?
Why not use Google translate?

Kami telah ditanya beberapa kali, Mengapa tidak menggunakan Google Translate untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat? Dan kami mendengar bahwa ada seorang misionaris muda yang telah melakukan hal itu; mungkin dia hanya butuh beberapa menit! Sungguh penghematan waktu yang bijak! Benar? Salah!!! Google Translate menghasilkan ratusan kesalahan serius bahwa seseorang yang baru mempelajari bahasa Indonesia tidak akan memperhatikan. Tidak seorang pun yang waras akan mempercayai Google translate untuk menerjemahkan bahkan sebuah kontrak bisnis, apalagi Alkitab di mana jiwa abadi banyak orang dipertaruhkan. Tidak ada jalan pintas untuk menerjemahkan Alkitab dengan benar. Tugas itu membutuhkan studi serius dan kerja keras bertahun-tahun.

Penerjemah utama kami telah dengan rajin mempelajari bahasa Indonesia selama lebih dari 40 tahun. Dia mencari setiap kata yang digunakan dalam terjemahan Perjanjian Baru kami dalam kamus Yunani, kamus Inggris, dan kamus Indonesia. Untuk ayat-ayat yang sulit, ia memeriksa karya penerjemah sebelumnya, dan berkonsultasi dengan orang-orang Indonesia. Dia memastikan bahwa semua orang di proyek meluangkan waktu untuk melakukan kerjanya dengan benar. Dan terjemahan kami telah melalui banyak proofreading yang sangat teliti.

Terjemahan Kitab Kudus Textus Receptus (TTR) kami dilakukan dengan benar, dan dapat dipercaya.

We've been asked several times, Why not use Google translate to get the job done faster? And we know of one young missionary who has done just that; it probably took him just a few minutes! What a wise savings of time! Right? Wrong! Google translate introduces hundreds of serious errors that someone fairly new to the Indonesian language is not going to notice. No one in his right mind would trust Google translate to translate even a business contract without meticulous proofreading by a well-trained translator, much less the Bible in which people's eternal souls are at stake. There is no shortcut to translating the Bible correctly. It takes years of serious study and hard work.

Our lead translator has diligently studied the Indonesian language for over 40 years. He looked up every word used in our translation of the New Testament in Greek, English, and Indonesian dictionaries. For difficult verses, he examined the work of previous translators, and consulted with Indonesians. He made sure that everyone in the project took the time to do things correctly. And our translation has gone through many meticulous proofreadings. Meticulous means, "Taking great care to get every detail correct; working thoroughly and with precision."

Our Kitab Kudus terjemahan Texus Receptus translation (TTR) was done correctly, and can be trusted.



Kualifikasi penerjemah minimal
Minimual translator qualifications

Paling minimal, seorang penerjemah Alkitab harus memenuhi kualifikasi-kualifikasi berikut:

  1. Harus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga sudah dilahirkan kembali.
  2. Harus percaya bahwa ke-66 buku dari kanon diembuskan oleh Elohim.
  3. Harus menolak semua buku lain karena tidak diembuskan Elohim.
  4. Harus percaya bahwa Firman Elohim itu tidak mengandung kesalahan.
  5. Harus percaya bahwa Tuhan telah melestarikan --- dan terus melestarikan --- teks Firman-Nya.
  6. Harus percaya bahwa Textus Receptus adalah teks asli, dan merupakan kata-kata Elohim yang diembuskan dan dilestarikan.
  7. Harus percaya bahwa firman Elohim tidak pernah hilang, dan, jadi, tidak perlu (dan tidak pernah akan) perlu ditemukan.
  8. Harus percaya bahwa Alkitab adalah kitab yang suci dan supranatural, dan tidak dapat diperlakukan sebagai buku yang biasa.
  9. Harus percaya bahwa Wahyu 22:18-19 mengharuskan penggunaan metode terjemahan kesetaraan formal.
  10. Harus percaya bahwa terjemahan yang akurat ke dalam bahasa sasaran adalah mungkin.

Selain kualifikasi-kualifikasi di atas, penerjemah harus mendedikasikan dirinya untuk mendapatkan pendidikan untuk mengetahui ejaan, tata bahasa, dan idiom dari bahasa-bahasa yang terlibat. Tetapi pendidikan seperti itu tidak akan berguna jika kualifikasi-kualifikasi di atas tidak dipenuhi terlebih dahulu.

At the very bare minimum a Bible translator must meet the following qualifacations:

  1. Must be a born again believer in the Lord Jesus Christ.
  2. Must believe that the 66 books of the canon are verbally inspired of God.
  3. Must reject all other books as not inspired of God.
  4. Must believe that God's word is innerant.
  5. Must believe that God has preserved---and continues to preserve---the text of His word.
  6. Must believe that the Textus Receptus is the original text, and is the inspired, preserved words of God.
  7. Must believe that God's word has never been lost, and, so, did not (and will never) need to be found.
  8. Must believe that the Bible is a holy, supernatural book, and cannot be treated as an ordinary book.
  9. Must believe that Rev. 22:18-19 demands using the formal equivalency translation method.
  10. Must believe that an accurate translation into the target language is possible.

In addition to the above qualificitions, the translator must dedicate himself to obtaining the education to know the spelling, grammars, and idioms of the languges involved. But such education will be useless if the above qualifications are not met first.